Iklan Kekinian: *Classical Conditioning* & *Vicarious*!

Hey guys! Pernah gak sih kalian lagi scroll sosmed atau lagi jalan-jalan terus tiba-tiba ngeliat iklan yang catchy banget sampe keinget terus? Nah, iklan-iklan keren kayak gitu seringkali menggunakan prinsip-prinsip psikologi, lho! Salah dua prinsip yang sering dipakai adalah classical conditioning dan vicarious learning. Penasaran kan gimana caranya? Yuk, kita bahas lebih dalam!

Apa itu Classical Conditioning dalam Iklan?

Classical conditioning, atau pengkondisian klasik, adalah sebuah konsep belajar yang dipopulerkan oleh Ivan Pavlov lewat eksperimennya dengan anjing. Simplenya, prinsip ini bekerja dengan cara mengasosiasikan dua stimulus yang berbeda. Dalam konteks iklan, ini berarti mengaitkan produk atau merek dengan sesuatu yang positif atau menyenangkan. Tujuan utamanya adalah menciptakan respons positif yang sama terhadap produk seperti respons yang kita rasakan terhadap stimulus positif tersebut.

Dalam dunia periklanan, classical conditioning menjadi senjata ampuh untuk membangun brand image yang kuat. Bayangkan saja, sebuah iklan minuman ringan menampilkan suasana pantai yang cerah, musik yang riang, dan orang-orang yang tertawa bahagia. Secara tidak sadar, otak kita mulai mengasosiasikan minuman tersebut dengan perasaan senang, santai, dan menyegarkan. Lain kali kita merasa haus dan ingin minuman yang fresh, besar kemungkinan kita akan memilih minuman ringan tersebut karena asosiasi positif yang sudah tertanam di benak kita.

Contoh Nyata Iklan dengan Classical Conditioning

Coba deh perhatikan iklan parfum mewah. Seringkali, iklan parfum menampilkan model yang tampan atau cantik, pemandangan yang indah, dan musik yang elegan. Semua elemen ini bertujuan untuk mengasosiasikan parfum tersebut dengan kemewahan, daya tarik, dan kesuksesan. Dengan melihat iklan tersebut, kita mungkin akan berpikir bahwa jika kita memakai parfum itu, kita juga akan merasa lebih menarik dan sukses.

Contoh lain yang mudah kita temui adalah iklan makanan cepat saji. Biasanya, iklan makanan cepat saji menampilkan gambar makanan yang sangat menggugah selera, suara crispy saat digigit, dan orang-orang yang menikmati makanan tersebut dengan lahap. Asosiasi ini membuat kita merasa lapar dan ingin segera membeli makanan tersebut. Jadi, lain kali kalian lihat iklan burger yang juicy banget, ingat-ingat ya prinsip classical conditioning ini!

Cara Kerja Classical Conditioning dalam Iklan

• Unconditioned Stimulus (UCS): Stimulus yang secara alami memicu respons. Misalnya, makanan enak memicu air liur.
• Unconditioned Response (UCR): Respons alami terhadap UCS. Misalnya, air liur yang keluar saat melihat makanan enak.
• Conditioned Stimulus (CS): Stimulus netral yang dipasangkan dengan UCS. Misalnya, logo merek makanan cepat saji.
• Conditioned Response (CR): Respons yang dipelajari terhadap CS. Misalnya, merasa lapar saat melihat logo merek makanan cepat saji.

Jadi, iklan yang efektif menggunakan classical conditioning akan terus-menerus memasangkan produk mereka (CS) dengan hal-hal positif (UCS) sampai konsumen mengembangkan respons positif (CR) terhadap produk tersebut.

Memahami Vicarious Learning dalam Dunia Periklanan

Selain classical conditioning, prinsip psikologi lain yang sering digunakan dalam iklan adalah vicarious learning, atau belajar melalui pengamatan. Prinsip ini menyatakan bahwa kita bisa belajar dengan mengamati orang lain, terutama orang yang kita kagumi atau identifikasi diri dengan mereka. Dalam konteks iklan, ini berarti menampilkan influencer atau tokoh publik yang menggunakan atau merekomendasikan produk.

Vicarious learning bekerja karena kita cenderung meniru perilaku orang yang kita anggap sukses, populer, atau expert di bidangnya. Jika kita melihat seorang influencer favorit kita menggunakan produk tertentu dan memberikan review positif, kita akan lebih percaya pada produk tersebut dan termotivasi untuk mencobanya. Hal ini karena kita berasumsi bahwa jika produk tersebut bagus untuk influencer tersebut, kemungkinan besar produk tersebut juga akan bagus untuk kita.

Contoh Penerapan Vicarious Learning dalam Iklan

Kalian pasti sering lihat iklan produk kecantikan yang menampilkan artis atau selebgram dengan kulit glowing dan makeup flawless, kan? Nah, iklan-iklan seperti ini sangat mengandalkan prinsip vicarious learning. Dengan melihat artis tersebut menggunakan produk kecantikan tertentu, kita jadi berpikir bahwa produk tersebut bisa membuat kita terlihat cantik seperti dia. Makanya, banyak orang yang rela membeli produk kecantikan yang diiklankan oleh influencer favorit mereka.

Selain produk kecantikan, vicarious learning juga sering digunakan dalam iklan produk olahraga. Misalnya, iklan sepatu lari menampilkan atlet lari profesional yang sedang berlatih atau bertanding. Hal ini bertujuan untuk meyakinkan kita bahwa sepatu tersebut berkualitas tinggi dan bisa membantu kita mencapai performa terbaik. Kita jadi termotivasi untuk membeli sepatu tersebut karena kita ingin merasa seperti atlet tersebut.

Elemen Penting dalam Iklan Vicarious Learning

• Model yang Menarik: Model iklan harus menarik, relevan, dan mudah diidentifikasi oleh target audiens.
• Demonstrasi Penggunaan Produk: Iklan harus menunjukkan bagaimana produk digunakan dan manfaat yang diperoleh.
• Testimoni Positif: Testimoni dari model atau pengguna lain dapat meningkatkan kepercayaan terhadap produk.
• Koneksi Emosional: Iklan yang baik menciptakan koneksi emosional antara penonton dan model, sehingga pesan iklan lebih mudah diterima.

Mencari Iklan dengan Prinsip Classical Conditioning dan Vicarious Learning di Sekitar Kita

Nah, sekarang setelah kita paham tentang classical conditioning dan vicarious learning, coba deh kalian perhatikan iklan-iklan di sekitar kalian. Baik itu di kampus, komunitas, atau media sosial, pasti ada banyak iklan yang menerapkan kedua prinsip ini. Untuk memudahkan pencarian, berikut beberapa tips yang bisa kalian lakukan:

1. Perhatikan Iklan di Media Sosial: Media sosial adalah ladang emas untuk menemukan iklan-iklan kreatif yang menggunakan prinsip psikologi. Perhatikan iklan yang muncul di feed kalian, terutama iklan yang menampilkan influencer atau tokoh publik.
2. Amati Iklan di Sekitar Kampus: Kampus adalah tempat yang ideal untuk mengamati iklan yang menargetkan mahasiswa. Perhatikan poster, spanduk, atau iklan digital yang ada di sekitar kampus.
3. Cermati Iklan di Komunitas: Jika kalian aktif dalam sebuah komunitas, perhatikan iklan yang muncul di newsletter, grup chat, atau acara-acara komunitas. Biasanya, iklan-iklan ini sangat relevan dengan minat dan kebutuhan anggota komunitas.
4. Analisis Elemen Iklan: Saat melihat iklan, coba analisis elemen-elemen yang digunakan. Apakah iklan tersebut mengaitkan produk dengan sesuatu yang positif (misalnya, kebahagiaan, kesuksesan, atau daya tarik)? Apakah iklan tersebut menampilkan influencer atau tokoh publik yang kalian kagumi?

Dengan mengamati dan menganalisis iklan-iklan di sekitar kita, kita bisa lebih memahami bagaimana prinsip classical conditioning dan vicarious learning bekerja dalam dunia periklanan. Kita juga bisa menjadi konsumen yang lebih cerdas dan tidak mudah terpengaruh oleh iklan yang kurang efektif.

Kesimpulan

Jadi, guys, iklan yang efektif seringkali menggunakan prinsip-prinsip psikologi seperti classical conditioning dan vicarious learning. Classical conditioning bekerja dengan mengasosiasikan produk dengan hal-hal positif, sementara vicarious learning bekerja dengan menampilkan influencer atau tokoh publik yang menggunakan produk. Dengan memahami kedua prinsip ini, kita bisa lebih kritis dalam melihat iklan dan membuat keputusan pembelian yang lebih bijak. Sekarang, coba deh cari iklan di sekitar kalian yang menerapkan prinsip-prinsip ini. Pasti seru!