Fungsi Hadits Terhadap Al-Quran: Penjelasan Lengkap

Guys, pernah gak sih kalian bertanya-tanya, “Hadits itu sebenarnya fungsinya apa sih dalam Islam? Kok kayaknya penting banget ya?” Nah, kali ini kita bakal kupas tuntas tentang fungsi hadits terhadap Al-Quran. Al-Quran itu kan kitab suci kita, pedoman hidup utama. Tapi, kadang-kadang ada ayat-ayat yang butuh penjelasan lebih detail, atau ada situasi-situasi yang gak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Quran. Di sinilah peran hadits menjadi sangat krusial. Hadits hadir sebagai pelengkap, penjelas, bahkan penguat dari apa yang sudah Allah SWT firmankan dalam Al-Quran. Jadi, yuk kita bedah satu per satu fungsi-fungsi hadits ini!

1. Hadits Sebagai Penjelas (Bayan At-Tafsir)

Salah satu fungsi hadits yang paling utama adalah sebagai penjelas atau bayan at-tafsir. Ini berarti hadits memberikan detail dan rincian lebih lanjut tentang ayat-ayat Al-Quran yang bersifat umum atau mujmal. Dalam Al-Quran, ada banyak perintah atau larangan yang disampaikan secara garis besar. Nah, hadits datang untuk memperjelas bagaimana perintah itu dilaksanakan atau bagaimana larangan itu dihindari dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, perintah shalat dalam Al-Quran. Al-Quran memerintahkan kita untuk shalat, tapi tidak menjelaskan secara rinci bagaimana cara shalat, berapa rakaat, bacaan apa saja yang harus dibaca, dan lain sebagainya. Di sinilah hadits berperan. Rasulullah SAW melalui perkataan, perbuatan, dan ketetapannya (taqrir) memberikan contoh langsung bagaimana shalat yang benar itu dilakukan. Kita bisa melihat bagaimana Rasulullah SAW shalat, bagaimana beliau berwudhu, dan bagaimana beliau mengajarkan shalat kepada para sahabatnya. Semua ini tercatat dalam hadits, sehingga kita bisa mengikuti tata cara shalat yang sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW. Tanpa hadits, kita akan kesulitan memahami dan melaksanakan perintah shalat dengan benar. Contoh lain adalah perintah zakat. Al-Quran menyebutkan kewajiban zakat, tetapi tidak merinci jenis harta yang wajib dizakati, nisab (batas minimal harta yang wajib dizakati), dan kadar zakat yang harus dikeluarkan. Hadits kemudian menjelaskan hal ini. Kita jadi tahu bahwa zakat tidak hanya berupa uang, tetapi juga bisa berupa hasil pertanian, hewan ternak, emas, perak, dan lain-lain. Hadits juga menjelaskan nisab masing-masing jenis harta dan kadar zakat yang harus dikeluarkan. Dengan adanya hadits, kita bisa melaksanakan zakat dengan benar dan sesuai dengan ketentuan syariat. Jadi, guys, bisa kita simpulkan bahwa fungsi hadits sebagai bayan at-tafsir ini sangat penting untuk memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara komprehensif. Hadits memberikan panduan praktis yang membantu kita menerjemahkan perintah dan larangan Allah SWT dalam Al-Quran ke dalam tindakan nyata.

2. Hadits Sebagai Penguat (Bayan At-Taqrir)

Fungsi hadits sebagai penguat atau bayan at-taqrir ini berarti hadits menegaskan kembali apa yang sudah disebutkan dalam Al-Quran. Hadits tidak menambahkan informasi baru yang tidak ada dalam Al-Quran, tetapi lebih kepada menekankan pentingnya suatu perintah atau larangan yang sudah ada. Ini seperti reminder dari Rasulullah SAW untuk kita semua. Bayangkan saja, kalau ada perintah yang diulang-ulang, pasti kita akan semakin sadar betapa pentingnya perintah tersebut. Nah, itulah yang dilakukan hadits dalam fungsinya sebagai bayan at-taqrir. Misalnya, dalam Al-Quran sudah jelas disebutkan tentang kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua. Hadits kemudian datang dengan berbagai riwayat yang menekankan pentingnya berbakti kepada orang tua dan ancaman bagi mereka yang durhaka. Rasulullah SAW bersabda, “Ridha Allah terletak pada ridha kedua orang tua, dan murka Allah terletak pada murka kedua orang tua.” (HR. Tirmidzi). Hadits ini tidak menambahkan perintah baru, tetapi menguatkan perintah yang sudah ada dalam Al-Quran. Dengan adanya hadits ini, kita semakin termotivasi untuk berbuat baik kepada orang tua dan takut untuk melakukan hal-hal yang bisa membuat mereka marah. Contoh lain adalah tentang larangan berbuat syirik. Al-Quran sudah sangat tegas melarang syirik, bahkan menyebutnya sebagai dosa terbesar yang tidak akan diampuni jika tidak bertaubat. Hadits kemudian datang dengan berbagai riwayat yang menjelaskan betapa bahayanya syirik dan bagaimana cara menghindarinya. Rasulullah SAW bersabda, “Maukah kalian aku beritahu tentang dosa yang paling besar di antara dosa-dosa besar?” Para sahabat menjawab, “Tentu, ya Rasulullah.” Beliau bersabda, “Syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, dan kesaksian palsu.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini sekali lagi menegaskan betapa seriusnya dosa syirik. Jadi, guys, fungsi hadits sebagai bayan at-taqrir ini sangat penting untuk mengingatkan kita tentang perintah dan larangan Allah SWT yang sudah ada dalam Al-Quran. Hadits memberikan penekanan yang lebih kuat, sehingga kita semakin sadar dan termotivasi untuk mengamalkan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya.

3. Hadits Sebagai Penjelas Makna yang Belum Jelas (Bayan At-Tafsil)

Fungsi hadits sebagai penjelas makna yang belum jelas atau bayan at-tafsil ini hampir mirip dengan bayan at-tafsir, tetapi fokusnya lebih kepada memberikan detail yang lebih spesifik tentang suatu konsep atau istilah dalam Al-Quran yang masih bersifat umum. Dalam Al-Quran, ada beberapa istilah atau konsep yang disebutkan secara singkat dan padat. Nah, hadits datang untuk memberikan penjelasan yang lebih rinci dan detail, sehingga kita bisa memahami makna yang sebenarnya dari istilah atau konsep tersebut. Misalnya, dalam Al-Quran disebutkan tentang “al-khums” (seperlima) dalam konteks harta rampasan perang (ghanimah). Al-Quran tidak menjelaskan secara detail bagaimana cara pembagian al-khums ini, kepada siapa saja diberikan, dan untuk keperluan apa saja. Hadits kemudian memberikan penjelasan yang lebih rinci. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa al-khums dibagi menjadi lima bagian, yaitu untuk Allah SWT dan Rasul-Nya, untuk kerabat Rasulullah SAW, untuk anak-anak yatim, untuk orang-orang miskin, dan untuk ibnu sabil (musafir yang kehabisan bekal). Dengan adanya hadits ini, kita jadi tahu bagaimana cara membagi al-khums dengan benar dan sesuai dengan syariat. Contoh lain adalah tentang makna “al-birr” (kebajikan) dalam Al-Quran. Al-Quran menyebutkan bahwa kita harus berlomba-lomba dalam kebajikan, tetapi tidak menjelaskan secara detail apa saja yang termasuk dalam al-birr. Hadits kemudian memberikan penjelasan yang lebih luas dan komprehensif. Rasulullah SAW bersabda, “Al-birr adalah akhlak yang baik.” (HR. Muslim). Hadits ini memberikan pemahaman bahwa al-birr tidak hanya terbatas pada ibadah ritual, tetapi juga mencakup akhlak yang baik kepada sesama manusia. Jadi, guys, fungsi hadits sebagai bayan at-tafsil ini sangat penting untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep-konsep penting dalam Al-Quran. Hadits membantu kita untuk menguraikan makna yang masih bersifat umum menjadi lebih spesifik dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.

4. Hadits Sebagai Pembuat Hukum Baru yang Tidak Ada dalam Al-Quran (Bayan At-Tasyri’)

Ini dia fungsi hadits yang mungkin agak sedikit kontroversial, yaitu hadits sebagai pembuat hukum baru yang tidak ada dalam Al-Quran atau bayan at-tasyri’. Tapi, jangan salah paham dulu ya, guys. Maksudnya di sini bukan berarti hadits bisa menggantikan atau menentang hukum yang sudah ada dalam Al-Quran. Sama sekali bukan! Bayan at-tasyri’ ini lebih kepada memberikan hukum baru yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Quran, tetapi tetap sejalan dengan prinsip-prinsip umum yang ada dalam Al-Quran. Ini seperti mengisi celah-celah hukum yang belum diatur secara detail dalam Al-Quran. Contoh yang paling sering disebutkan adalah tentang larangan menikahi wanita dan bibinya sekaligus. Dalam Al-Quran, hanya disebutkan larangan menikahi dua wanita bersaudara sekaligus. Hadits kemudian menambahkan larangan menikahi wanita dan bibinya sekaligus, baik bibi dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak boleh seorang laki-laki menikahi seorang wanita dengan bibinya, baik bibi dari pihak ayah maupun bibi dari pihak ibu.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hukum ini tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Quran, tetapi diambil dari prinsip umum dalam Al-Quran tentang menjaga hubungan kekerabatan dan menghindari potensi konflik dalam keluarga. Contoh lain adalah tentang hukum riba (bunga). Al-Quran mengharamkan riba secara umum, tetapi tidak menjelaskan secara detail jenis-jenis riba yang diharamkan. Hadits kemudian memberikan penjelasan yang lebih rinci tentang jenis-jenis riba, seperti riba fadhl (pertukaran barang sejenis dengan kualitas atau kuantitas yang berbeda) dan riba nasi’ah (penambahan nilai karena penundaan pembayaran). Dengan adanya hadits ini, kita jadi lebih paham tentang batasan-batasan riba yang diharamkan dalam Islam. Jadi, guys, fungsi hadits sebagai bayan at-tasyri’ ini sangat penting untuk melengkapi hukum-hukum yang ada dalam Al-Quran. Hadits memberikan panduan yang lebih komprehensif dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga kita bisa menjalani hidup sesuai dengan syariat Islam secara lebih lengkap dan sempurna. Tapi, perlu diingat ya, hukum yang dibuat oleh hadits ini harus tetap sejalan dengan prinsip-prinsip umum yang ada dalam Al-Quran. Tidak boleh ada pertentangan sama sekali.

Kesimpulan

Nah, guys, setelah kita bedah satu per satu, sekarang kita jadi lebih paham kan betapa pentingnya fungsi hadits terhadap Al-Quran. Hadits bukan hanya sekadar pelengkap, tapi juga penjelas, penguat, dan bahkan pembuat hukum baru yang tidak bertentangan dengan Al-Quran. Tanpa hadits, kita akan kesulitan memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara komprehensif. Jadi, yuk kita pelajari hadits-hadits Rasulullah SAW dengan sungguh-sungguh, agar kita bisa menjadi muslim yang lebih baik dan lebih taat kepada Allah SWT. Semoga artikel ini bermanfaat ya! Kalau ada pertanyaan, jangan ragu untuk tulis di kolom komentar di bawah. Sampai jumpa di artikel selanjutnya!