Bukan Historiografi Tradisional? Ini Contohnya!

Pendahuluan

Historiografi tradisional adalah salah satu pendekatan dalam penulisan sejarah yang memiliki ciri khas tersendiri. Dalam dunia sejarah, kita mengenal berbagai macam pendekatan historiografi, mulai dari tradisional, kolonial, hingga modern. Memahami perbedaan di antara ketiganya sangat penting untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang bagaimana sejarah ditulis dan ditafsirkan dari waktu ke waktu. Nah, kali ini kita akan membahas secara mendalam tentang historiografi tradisional, termasuk ciri-cirinya, contoh-contohnya, dan tentu saja, mana yang bukan contoh dari historiografi tradisional. Jadi, buat kalian yang penasaran dan pengen lebih paham, yuk simak terus artikel ini!

Apa Itu Historiografi Tradisional?

Historiografi tradisional, guys, adalah jenis penulisan sejarah yang berkembang di masa kerajaan-kerajaan sebelum masuknya pengaruh Barat. Ciri utama dari historiografi tradisional adalah fokusnya pada tokoh-tokoh raja atau penguasa, bersifat istana sentris, dan seringkali mengandung unsur-unsur mitos atau legenda. Tujuan utama penulisan sejarah pada masa ini bukan hanya untuk mencatat peristiwa, tetapi juga untuk melegitimasi kekuasaan raja atau kerajaan tersebut. Jadi, jangan heran kalau ceritanya kadang-kadang dilebih-lebihkan atau bahkan ada unsur magisnya, ya!

Ciri-Ciri Historiografi Tradisional

Biar lebih jelas, kita bedah satu per satu ciri-ciri historiografi tradisional:

1. Istana Sentris: Ini berarti fokus utama penulisan sejarah adalah kehidupan raja, keluarga kerajaan, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan istana. Rakyat biasa atau kejadian di luar istana jarang menjadi perhatian utama.
2. Feodalisme Aristokratis: Historiografi tradisional sangat kental dengan nilai-nilai feodalisme dan aristokrasi. Kedudukan raja dan kaum bangsawan sangat diagungkan, dan sejarah seringkali ditulis untuk memperkuat hierarki sosial yang ada.
3. Bersifat Regio Sentris: Penulisan sejarah lebih berfokus pada wilayah atau kerajaan tertentu. Perspektif yang digunakan adalah perspektif kerajaan tersebut, sehingga seringkali mengabaikan atau meremehkan kerajaan lain.
4. Melegitimasi Kekuasaan Raja: Salah satu tujuan utama penulisan sejarah tradisional adalah untuk melegitimasi kekuasaan raja. Cerita-cerita sejarah seringkali disusun sedemikian rupa untuk menunjukkan bahwa raja memiliki garis keturunan yang mulia atau memiliki kekuatan gaib.
5. Subjektif: Karena ditulis untuk kepentingan penguasa, historiografi tradisional seringkali bersifat subjektif. Penulis sejarah pada masa itu cenderung menulis apa yang ingin didengar oleh raja, bukan apa yang sebenarnya terjadi.
6. Banyak Mengandung Mitos dan Legenda: Historiografi tradisional seringkali mencampurkan fakta sejarah dengan mitos dan legenda. Hal ini dilakukan untuk menambah keagungan raja atau kerajaan, atau untuk menjelaskan asal-usul suatu dinasti.

Contoh-Contoh Historiografi Tradisional

Setelah memahami ciri-cirinya, sekarang kita lihat beberapa contoh karya historiografi tradisional yang ada di Indonesia:

1. Babad Tanah Jawi: Ini adalah salah satu contoh klasik historiografi tradisional. Babad Tanah Jawi menceritakan sejarah raja-raja di Jawa, mulai dari zaman Majapahit hingga Mataram. Cerita-cerita dalam Babad Tanah Jawi penuh dengan mitos, legenda, dan unsur-unsur magis.
2. Hikayat Raja-Raja Pasai: Hikayat ini menceritakan sejarah kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Kerajaan Samudera Pasai. Sama seperti Babad Tanah Jawi, Hikayat Raja-Raja Pasai juga mengandung unsur-unsur mitos dan legenda.
3. Mahabharata dan Ramayana (versi Jawa): Meskipun aslinya berasal dari India, kedua epik ini juga menjadi bagian penting dari historiografi tradisional di Jawa. Cerita-cerita Mahabharata dan Ramayana seringkali diadaptasi dan diintegrasikan ke dalam sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa.
4. Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu): Karya ini menceritakan sejarah kerajaan-kerajaan Melayu, termasuk Malaka. Sulalatus Salatin juga mengandung unsur-unsur mitos dan legenda, serta fokus pada keagungan raja dan kerajaannya.

Mana yang Bukan Contoh Historiografi Tradisional?

Nah, sekarang kita masuk ke pertanyaan inti: mana yang bukan contoh historiografi tradisional? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu memahami perbedaan antara historiografi tradisional dengan jenis historiografi lainnya, terutama historiografi modern dan kolonial.

Perbedaan dengan Historiografi Modern dan Kolonial

Historiografi modern adalah penulisan sejarah yang lebih objektif, kritis, dan menggunakan metode penelitian ilmiah. Sejarawan modern berusaha untuk mencari fakta-fakta sejarah yang akurat dan menafsirkannya berdasarkan bukti-bukti yang ada. Mereka juga cenderung untuk melihat sejarah dari berbagai perspektif, bukan hanya dari perspektif penguasa.

Sementara itu, historiografi kolonial adalah penulisan sejarah yang ditulis oleh bangsa penjajah (dalam konteks Indonesia, adalah Belanda). Historiografi kolonial seringkali bersifat Eropa sentris dan bertujuan untuk membenarkan kekuasaan kolonial. Mereka cenderung meremehkan atau bahkan mendistorsi sejarah bangsa yang dijajah.

Dengan memahami perbedaan ini, kita bisa mengidentifikasi mana karya yang bukan termasuk historiografi tradisional. Contohnya:

• Karya-karya Sejarah yang Ditulis oleh Sejarawan Modern: Buku-buku sejarah yang ditulis oleh sejarawan modern, seperti Sartono Kartodirdjo atau Taufik Abdullah, tentu saja bukan contoh historiografi tradisional. Mereka menggunakan metode penelitian ilmiah dan berusaha untuk menulis sejarah secara objektif.
• Karya-karya Sejarah yang Ditulis oleh Sejarawan Kolonial: Karya-karya seperti Geschiedenis van Nederlandsch-Indië (Sejarah Hindia Belanda) karya Stapel juga bukan contoh historiografi tradisional. Karya ini ditulis dari sudut pandang kolonial dan bertujuan untuk membenarkan kekuasaan Belanda di Indonesia.
• Artikel Ilmiah di Jurnal Sejarah: Artikel-artikel yang diterbitkan di jurnal-jurnal sejarah, yang ditulis berdasarkan penelitian ilmiah dan analisis kritis, jelas bukan contoh historiografi tradisional.

Contoh Kasus: Buku Teks Sejarah di Sekolah

Sebagai contoh kasus, buku teks sejarah yang digunakan di sekolah saat ini juga bukan termasuk historiografi tradisional. Buku-buku ini ditulis berdasarkan kurikulum yang ada, menggunakan berbagai sumber sejarah, dan berusaha untuk menyajikan sejarah secara komprehensif dan objektif.

Kesimpulan

Jadi, guys, sekarang kita sudah paham ya apa itu historiografi tradisional, ciri-cirinya, contoh-contohnya, dan mana yang bukan termasuk historiografi tradisional. Historiografi tradisional adalah penulisan sejarah yang berkembang di masa kerajaan-kerajaan, bersifat istana sentris, subjektif, dan seringkali mengandung mitos dan legenda. Contohnya adalah Babad Tanah Jawi dan Hikayat Raja-Raja Pasai. Sementara itu, karya-karya sejarah modern dan kolonial, serta artikel-artikel ilmiah di jurnal sejarah, bukan termasuk historiografi tradisional.

Dengan memahami perbedaan ini, kita bisa lebih bijak dalam membaca dan menafsirkan sejarah. Kita bisa menghargai historiografi tradisional sebagai bagian dari warisan budaya kita, tetapi juga tetap kritis terhadap informasi yang disajikan dan membandingkannya dengan sumber-sumber lain yang lebih objektif. Semoga artikel ini bermanfaat ya, dan sampai jumpa di pembahasan menarik lainnya!